BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia
merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari berbagai pulau dan
masing-masing pulau terdiri dari berbagai daerah. Pada setiap daerah di
Indonesia pada umumnya memiliki suatu kisah atau cerita yang menjadi dasar
terjadinya daerah tersebut. Dalam sastra, kisah-kisah tersebut dinamakan dengan
Sastra Tradisional. Sastra tradisional merupakan salah satu genre sastra anak.
Sastra tradisional dapat diartikan sebagai suatu cerita yang telah mentradisi,
dan secara turun temurun telah berkembang secara lisan di masyarakat. Sastra
tradisional merupakan suatu kisah yang tidak diketahui kapan mulainya dan siapa
penciptanya. Di Indonesia sendiri banyak terdapat kisah-kisah yang berkembang
di masyarakat. Misalnya seperti, kisah sangkuriang, malin kundang, danau toba
dan sebagainya.
Sastra
tradisional sendiri dibagi menjadi fabel, dongeng rakyat, mitos, legenda, dan epos.
Fabel merupakan cerita binatang yang dimaksudkan sebagai personifikasi karakter
manusia. Pada umunya binatang-binatang yang dijadikan tokoh cerita adalah binatang-binatang
yang dapat berbicara, bersikap, dan berperilaku sebagaimana halnya manusia.
Dongeng rakyat merupakan salah satu bentuk dari cerita tradisional. Dongeng rakyat
ini biasanya diceritakan secara lisan secara turun temurun dan menyampaikan
ajaran moral, konflik kepentingan antara baik dan buruk, dan yang baik pada
akhirnya pasti menang.
Sedangkan
Mitos dapat dipahami sebagai sebuah cerita yang berkaitan dengan dewa-dewa atau
tentang kehidupan supranatural yang lain. Mitos biasanya menampilkan
cerita-cerita tentang kepahlawanan, asal-usul alam, manusia, atau bangsa yang
dipahami mengandung sesuatu yang suci, yang gaib. Sebenarnya kebenaran suatu
mitos dapat dipertanyakan, namun pada umumnya masyarakat tidak pernah
mempersoalkanya. Kemudian legenda dapat diartikan sebagai suatu cerita yang berkaitan
dengan kebenaran sejarah, dan kurang berkaitan dengan masalah kepercayaan
supranatual. Namun sebenarnya cerita yang dikisahkan itu tidak memiliki kebenaran
sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan epos sendiri merupakan sebuah
cerita panjang yang berbentuk syair (puisi) dengan pengarang yang tidak pernah
diketahui nama pengarangnya atau anonim. Ia berisi cerita kepahlawanan seorang
tokoh hero yang luar biasa hebat baik dalam kesaktian maupun kisah
petualanganya (Burhan Nurgiyantoro, 2010:22-26).
Namun
disisi lain, sekarang ini banyak masyarakat khususnya anak-anak muda yang tidak
mengetahui tentang kisah-kisah yang ada di daerahnya sendiri. Kenyataan ini
memang sangat memperihatinkan, kita sebagai generasi muda seharusnya mengetahui
cerita-cerita atau kisah-kisah yang ada di daerah kita. Karena jika hal ini
terus berlanjut, maka lama kelamaan kisah-kisah tersebut akan hilang karena
tidak ada lagi masyarakat yang mengetahui kisah-kisah tersebut. Padahal kita
sebagai generasi muda harus menjaga kisah-kisah tersebut agar kisah-kisah
tesebut dapat diketahui oleh generasi selanjutnya.
Oleh
karena itu, pada kesempatan kali ini, kami melakukan observasi ke sebuah desa
untuk mengetahui tentang kisah-kisah yang terdapat di desa tersebut, dan desa
yang kami pilih adalah Desa Besito. Desa
Besito merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Gebog Kabupaten
Kudus. Makalah ini akanmembahas tentang kisah-kisah yang terdapat pada Desa Besito
tersebut. Dalam makalah ini akan mencoba menjelaskan tentang legenda, mitos,
epos dan dongeng rakyat yang ada di desa tersebut.
B. Rumusan Masalah
Terdapat empat rumusan masalah, yaitu:
1. Bagaimanakah
legenda yang terdapat diDesa Besito?
2. Apakah
dongeng rakyat yang terdapat di Desa Besito?
3. Apa
sajakah mitos yang terdapat di Desa Besito?
4. Apakah
epos yang terdapat di Desa Besito?
C. Tujuan Penulisan
Terdapat
empat tujuan penulisan, yaitu:
1. Mengetahui
tentang legenda yang terdapat diDesa Besito.
2. Mengetahui
tentang dongeng rakyat yang ada di Desa Besito.
3. Mengetahui
tentang mitos yang ada di Desa Besito.
4. Mengetahui
tentang epos yang ada di Desa Besito.
D. Manfaat Penulisan
Kegiatan
observasi ini diharapkan dapat menambah wawasan kita mengenai legenda, mitos,
epos maupun dongeng rakyat yang ada di Desa Besito. Selain itu, kegiatan ini
jugadiharapkan dapat bermanfaat untuk kita sebagai calon guru Sekolah Dasar
sebagai bahan ajar dalam mengajar tentang sastra tradisional di kemudian hari.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Legenda
Desa Besito
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, legenda merupakan cerita rakyat pada zaman dahulu
yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Selain itu, legenda juga dapat
diartikan sebagai suatu cerita yang berkaitan dengan kebenaran sejarah, dan
kurang berkaitan dengan masalah kepercayaan supranatural. Atau legenda sengaja
dikaitkan dengan aspek kesejarahan, sehingga selain memiliki pijakan latar yang
pasti, seolah-olah mengesankan bahwa ceritanya memiliki kebenaran sejarah. Namun sebenarnya cerita yang dikisahkan itu
tidak memiliki kebenaran sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan (Burhan Nurgiyantoro, 2010:25-26).
Sebenarnya
nama asli Desa Besito adalah Mbesito yang merupakan singkatan dari “mugo-mugo bisaha eling sakabehane
insyaallah tentrem ora ono opo-opo”. Kalimat tersebut mempunyai makna bahwa
orang yang memberi nama Desa Besito mempunyai harapan agar desa tersebut dapat
selalu nyaman dan tentram. Sedangkan sejarahnya sendiri bermula pada zaman
keraton Mataram. Zaman dahulu, keraton mataram sedang mengalami suatu permasalahan
yang begitu serius. Kemudian raja mataram mengadakan suatu sayembara. Sayembara
tersebut mencari orang yang dapat menyelesaikan masalah yang dialami oleh
keraton tersebut. Sebagai imbalannya, bagi orang yang dapat menyelesaikan
masalah tersebut, maka orang itu akan diangkat sebagai patih di mataram.
Kemudian berita tentang sayembara itu didengar oleh Ki Ageng Selo yang
merupakan murid Sunan Kalijaga. Ki Ageng Selo berniat mengikuti sayembara
tersebut, akhirnya beliau meminta restu kepada Sunan Kalijaga untuk mengikuti
sayembara tersebut.
Setelah
mendapat restu dari Sunan Kalijaga, Ki Ageng Selo mengikuti sayembara itu, dan
akhirnya beliau memenangkan sayembara tersebut karena dapat menyelesaikan
masalah yang ada di keraton mataram. Setelah memenangkan sayembara tersebut, Ki
Ageng Selo menagih janji kepada raja mataram yang sebelumnya telah berjanji
bahwa siapa saja yang dapat menyelesaikan masalah yang ada di keratonnya, maka
orang tersebut akan dijadikan patih di keraton mataram. Namun, ternyata raja
keraton mataram mengingkari janji dan tidak mengangkat Ki Ageng Selo menjadi
patih. Karena merasa kecewa, kemudian Ki Ageng Selo pergi ke Kadilangu untuk
membantu Sunan Kalijaga mengajar mengaji.
Ki
Ageng Selo mempunyai dua orang anak, yaitu Suwargi Kerto Gento Kesumo dan
Songko Sahilah. Kedua putra Ki Ageng Selo tersebut dimasukkan ke pesantren
milik Sunan Muria di Colo. Setelah dewasa, kedua anak tersebut ingin mencari
ayahnya yaitu Ki Ageng Selo. Kemudian mereka meminta petunjuk kepada Sunan
Muria. Sunan Muria memberi arahan kepada mereka, beliau mengatakan bahwa mereka
harus berpisah dan tidak boleh bersama dalam mencari ayahnya. Selain itu, Sunan
Muria juga mengatakan bahwa jika mereka menemui jalan buntu, maka mereka harus
berhenti dan mendirikan sebuah pesantren di tempat tersebut. Sedangkan jika
jalannya tidak buntu, maka mereka harus meneruskannya. Sebagai murid yang
berbakti kepada gurunya, mereka pun mengikuti perintah Sunan Muria tersebut.
Kemudian mereka berpencar, yang satu ke barat dan yang satu ke timur.
Setelah
Mbah Songko Sahilah sampai di Gemiring, ternyata beliau dihadapkan dengan
daerah yang berair dan buntu, sehingga sesuai dengan perintah Sunan Muria yang mengatakan
bahwa jika mereka menemui jalan buntu, maka mereka harus berhenti dan mendirikan
suatu pesantren, maka Mbah Songko Sahilah pun berhenti dan mendirikan pesantren
di daerah tersebut yang sekarang menjadi Masjid Gemiring Lor. Demikian pula dengan Mbah Suwargi Kerto Gento
Kesumo, setelah beliau sampai di Besito, ternyata beliau juga dihadapkan dengan
jalan buntu dan berair atau yang disebut dengan telogo, kemudian beliau
menghentikan perjalananya di daerah tersebut dan mendirikan sebuah pesantren yang
sekarang menjadi punden mbah Suwargi Kerto Gento Kesumo atau yang lebih dikenal
dengan Mbah Surgi yang terletak di dukuh telogo Desa Besito Kudus.
Dari legenda desa Besito tersebut,
kami dapat menyimpulkan bahwa asal mula desa Besito bermula dari Mbah Suwargi
Kerto Gento Kesumo yang mendirikan Pesantren di daerah telogo karena menemui
jalan buntu ketika hendak melakukan pencarian ayahnya, Beliau pun berhenti di
daerah tersebut karena mematuhi perintah gurunya yaitu Sunan Muria yang
mengatakan bahwa jika beliau menemukan jalan buntu, maka Mbah Suwargi Kerto
Gento Kesumo harus mengehentikan perjalanannya dan mendirikan sebuah pesantren
di daerah tersebut.
Selain terdapat legenda Desa Besito
secara umum, terdapat pula legenda pada setiap dukuh yang ada di Desa Besito di
antaranya yaitu Dukuh Magangan, Dukuh Telogo, Dukuh Besito Lor, Dukuh Satu,
Dukuh Kauman, Dukuh Modinan, Dukuh Tasgading, maupun Dukuh Bonalas. Berikut ini
akan dijabarkan mengenai legenda di kedelapan dukuh tersebut.
Ø Dukuh Magangan
Dukuh
yang pertama yaitu Dukuh Magangan, sejarah terbentuknya Dukuh Magangan dimulai
dari adanya proses pembuatan masjid di daerah tersebut. Pada saat itu, di
daerah tersebut ingin dibangun sebuah masjid sebagai sarana mensyiarkan agama
islam. Saat pembuatan masjid, banyak sekali pekerja yang ikut serta dalam
proses pendirian masjid tersebut. Mereka yang ikut serta dalam pembangunan
masjid tersebut adalah masyarkat sekitar yang beragama islam. Karena banyak
terdapat pekerja itulah, maka daerah tersebut dinamakan dengan Dukuh Magangan.
Sedangkan untuk siapa orang yang memberi nama daerah tersebut menjadi Dukuh
Magangan, masyarakat setempat mempercayai bahwa Mbah Longso adalah orang yang
memberi nama daerah tersebut, karena di Dukuh Magangan terdapat makam Mbah Longso.
Ø Dukuh Telogo
Dukuh
yang kedua yaitu Dukuh Telogo, sejarah terbentuknya dukuh ini sebenarnya tidak
terlepas dari sejarah Desa Besito. Dukuh
ini dinamakan dengan Dukuh Telogo karena konon daerah tersebut merupakan
daerah yang berair atau juga bisa disebut dengan daerah yang dikelilingi oleh
air, yang kemudian disebut dengan telogo. Menurut kepercayaan warga setempat,
pendiri dan orang yang menamakan daerah tersebut menjadi Dukuh Telogo adalah
Mbah Surgi. Karena makam atau punden Mbah Surgi terdapat di dukuh tersebut.
Ø Dukuh Besito Lor
Dukuh
yang ketiga yaitu Dukuh Besito Lor, dukuh ini dinamakan Dukuh Besito Lor karena
dilihat dari letaknya yang memang berada
di sebelah utara Desa Besito. Dukuh ini menjadi perbatasan antara Desa Besito
dengan Desa Jurang. Pada zaman dahulu, Dukuh Besito Lor terkenal dengan daerah
pengrajin benda pusaka, karena memang dulunya di daerah tersebut banyak
terdapat pengrajin benda pusaka. Selain itu, benda-benda pusaka yang dihasilkan
dari daerah tersebut pun terkenal dengan kualitasnya yang sangat baik, sehingga
banyak orang yang membeli atau memesan untuk dibuatkan benda pusaka oleh para
pengrajin yang terdapat di daerah tersebut.
Ø Dukuh 1
Dukuh yang keempat adalah Dukuh 1, dukuh
ini terletak di sebelah barat Desa Besito, tepatnya di daerah pasar mbabrik
yang terdapat di sebelah barat Dukuh Kauman. Daerah tersebut dinamakan dengan
Dukuh 1 karena Dukuh 1 merupakan dukuh pertama yang terdapat di Desa Besito.
Selain bernama Dukuh 1, dukuh ini juga sering disebut dengan Dukuh Krajan. Dukuh ini dinamakan Dukuh
Krajan karena konon dulunya di daerah tersebut terdapat suatu kerajaan.
Sedangkan untuk siapa yang mendirikan dan orang yang memberi nama dukuh
tersebut adalah Mbah Surgi, karena Mbah Surgi sendiri merupakan pendiri dan orang
yang memberi nama Desa Besito.
Ø Dukuh Kauman
Dukuh
kelima yaitu Dukuh Kauman, Sejarah Dukuh Kauman dimulai dari adanya seorang
wali yang datang ke daerah tersebut untuk menyebarkan agama islam. Pada awalnya
wali tersebut ingin menyebarkan ajaran islam dengan cara mendirikan sebuah
masjid di daerah tersebut. Namun, karena saat itu masyarakat setempat belum
mengerti apa yang dilakukan oleh beliau, maka proses pembangunan masjid
dihentikan dan wali tersebut memutuskan untuk berdakwah secara langsung. Pada awalnya
warga setempat yang beragama islam sangat sedikit, namun lama kelamaan warga
setempat akhirnya banyak yang masuk agama islam. Sehingga kaum islam di daerah
tersebut bertambah. Karena terdapat banyak masyarakat yang masuk islam itulah,
maka daerah tersebut dinamakan dengan Dukuh Kauman.
Ø Dukuh Modinan
Dukuh
yang keenam yaitu Dukuh Modinan, nama Dukuh Modinan berasal dari kata “modin”
yang berarti kyai. Daerah tersebut dinamakan Dukuh Modinan karena memang
dulunya di daerah tersebut banyak terdapat modin atau kyai. Modin atau kyai
yang terdapat di daerah tersebut sering berkumpul di sebuah masjid dan
mensyiarkan ajaran islam di daerah tersebut. Selain itu, yang dipercaya oleh
masyarakat setempat sebagai pendiri Dukuh Modinan adalah Mbah Surgi, karena
Mbah Surgi sendiri merupakan pendiri sekaligus pemberi nama Desa Besito.
Ø Dukuh Tasgading
Dukuh
ketujuh adalah Dukuh Tasgading, nama Dukuh Tasgading berasal dari kata “tas” dan “gading”, dalam hal ini yang dimaksud dengan gading adalah gading
gajah. Dukuh Tasgading dulunya merupakan suatu daerah yang banyak tedapat
warung pelacuran. Dulu di daerah tersebut ramai dikunjunngi oleh lelaki hidung
belang dari berbagai lapisan masyarakat. Baik dari kalangan biasa maupun dari
kalangan elit (kaya). Namun, kebanyakan laki-laki yang datang ke tempat
tersebut adalah laki-laki dari kalangan elit. Mereka datang ke tempat tersebut
dengan membawa tas mewah yang gagangnya terbuat dari gading gajah. Karena
itulah, maka daerah tersebut dinamakan dengan Dukuh Tasgading.
Ø Dukuh Bonalas
Dukuh
yang terakhir yaitu Dukuh Bonalas, nama Dukuh Bonalas berasal dari kata “kebon” dan “alas”. Dalam bahasa Indonesia, alas berati suatu tempat yang
dipenuhi dengan tumbuh-tumbuhan sehingga menyerupai hutan. Dulu di daerah
tersebut sama sekali tidak ada manusia yang menempati dan membangun tempat
tinggal di daerah tesebut, sampai akhirnya ada seseorang yang bernama Mbah
Sigawe yang mendirikan sebuah gubug di daerah tersebut. Mbah Sigawe sendiri
dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai orang yang memberi nama Dukuh
Bonalas. Setelah Mbah Sigawe mendirikan sebuah gubug di daerah tersebut, lama
kelamaan orang-orang yang belum mempunyai tempat tinggal akhirnya datang ke
daerah tersebut dan mendirikan sebuah tempat tinggal. Dan akhirnya daerah
tersebut tidak lagi berupa alas tetapi berubah menjadi sebuah pemukiman.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa pada setiap dukuh yang berada di Desa Besito mempunyai
sejarah yang berbeda beda meskipun terdapat dalam satu desa. Selain itu, untuk
siapa yang memberi nama dukuh-dukuh tersebut pun berbeda. Misalnya saja pada
Dukuh Magangan dan Dukuh Bonalas, pada Dukuh Magangan, yang memberi nama dukuh
tersebut adalah Mbah Longso, sedangkan pada Dukuh Bonalas yang memberi nama
dukuh tersebut adalah Mbah Sigawe.
B. Dongeng Rakyat Desa Besito
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dongeng merupakan cerita yang tidak
benar-benar terjadi (terutama kejadian
zaman dahulu yang aneh-anehyang bukan atau tidak benar(uraian yang panjang itu
dianggapnya hanya belaka). Selain itu, dongeng juga merupakan salah satu bentuk
dari cerita tradisional. Dongeng biasanya diceritakan secara lisan dan secara turun-temurun
oleh orang tua kepada anak yang ceritanya mengandung nilai moral (Burhan
Nurgiyantoro,2010:23).
Dahulu kala, pada suatu hari Mbah Surgi bersama
putranya melakukan sebuah perjalanan ke kediaman Sunan Muria yang ada di daerah
Colo. Mereka ingin mengaji ke tempat Sunan Muria. Karena belum ada kendaraan,
maka waktu itu mereka pergi ke kediaman Sunan Muria dengan berjalan kaki. Dalam
perjalanan, anak Mbah Surgi menangis karena kelaparan. Sedangkan Mbah Surgi
tidak membawa bekal. Mbah Surgi pun tidak tega melihat anaknya yang merintih
kesakitan karena lapar itu. Kemudian Mbah Surgi mengambil sebuah batu dan membungkus batu tersebut dengan sebuah serbet
yang dibawanya. Mbah Surgi berkata kepada putranya bahwa batu yang telah
dibungkus dengan serbet itu adalah sebuah makanan, padahal sebenarnya yang
dibungkus dengan serbet itu adalah batu. Kemudian Mbah Surgi memberikan
bungkusan tersebut kepada putranya yang menangis itu, namun Mbah Surgi melarang
anaknya untuk membuka bungkusan itu, Mbah Surgi meminta agar putranya membuka
bungkusan tersebut nanti ketika tiba di kediaman Sunan Muria. Putra beliau pun menuruti
perintah ayahnya untuk tidak membuka bungkusan tersebut.
Hal
ini dilakukan Mbah Surgi untuk mengelabui putranya dan agar putranya tersebut
berhenti menangis. Usaha Mbah Surgi pun berhasil, Putra beliau akhirnya
berhenti menangis karena percaya bahwa bungkusan yang diberikan ayahnya itu
adalah makanan. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan ke kediaman Sunan
Muria. Sepanjang perjalanan, putra Mbah Surgi tidak merintih kelaparan lagi,
bahkan sangat semangat. Karena ia ingin cepat-cepat sampai di kediaman Sunan
Muria dan memakan makanan dalam bungkusan yang dibawanya itu. Sesampainya di
kediaman Sunan Muria, putra Mbah Surgi pun cepat-cepat membuka bungkusan yang
dibawanya sepanjang perjalanan tadi. Dan ajaibnya, saat batu yang telah
dibungkus serbet dibuka oleh putra Mbah Surgi, ternyata batu tersebut berubah
menjadi ganyong atau yang sekarang sering disebut dengan jangklong.
Jadi dapat disimpulkan bahwa
jangklong merupakan makanan yang berawal dari kesaktian mbah Surgi yang dapat
merubah sebuah batu menjadi makanan yang dinamakan jangklong tersebut. Hal itu
bermula saat anak Mbah Surgi yang menangis karena kelaparan saat perjalanan
menuju ke kediaman Sunan Muria untuk mengaji. Karena waktu itu Mbah Surgi tidak
membawa bekal, maka beliau membungkus batu dengan serbet yang kemudian
menyerahkanya kepada putranya yang menangis.Dan sesampainya di kediaman Sunan
Muria, batu tersebut berubah menjadi jangklong.Nilai-nilai yang terkandung
dalam Dongeng di Desa Besito antara lain:
1.
Nilai Kebenaran
Berubahnya batu menjadi sebuah makanan yang diberi
nama jangklong merupakan suatu kebenaran/fakta. Tetapi jika dipikir dengan akal
manusia/logika sangatlah tidak mungkin terjadi, karena sebuah batu tidak akan
bisa berubah menjadi makanan, tetapi hal ini benar-benar terjadi pada zaman
dahulu.
2. Nilai
Kebaikan/Nilai Moral (etika)
Ketika
itu Mbah Surgi berpesan kepada anaknya untuk tidak membuka bungkusan serbet itu
sebelum sampai di kediaman sunan muria, putra mbah surgi pun patuh terhadap
pesan yang disampaikan oleh mbah surgi. Jadi dalam hal ini, dongeng yang
terdapat di Desa Besito tersebut terdapat suatu nilai moral bahwa seorang anak
hendaknya memang harus mematuhi perintah orang tuanya.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam dongeng rakyat di Desa
Besito adalah adanya nilai kebenaran dan nilai moral atau kebaikan. Dari
dongeng rakyat tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa sebagai seorang
anak sudah seharusnya patuh pada perintah orang tua, karena pada umumnya apa
yang diperintahkan orang tua kepada anaknya pasti akan berdampak baik pada diri
anak tersebut. Selain itu, dari dongeng
tersebut juga terlihat bahwa orang tua pasti akan melakukan apapun untuk
anaknya..
C. Mitos di Desa Besito
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mitos
merupakan cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu yang
mengandung penafsiran tentang asal usul semesta alam, manusia, dan bangsa
tersebut mengandung arti mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib. Mitos juga
dapat diartikan sebagai sebuah cerita yang berkaitan
dengan dewa-dewa atau tentang kehidupan supranatural yang lain. Mitos biasanya
menampilkan cerita-cerita tentang kepahlawanan, asal-usul alam, manusia, atau
bangsa yang dipahami mengandung sesuatu yang suci, yang gaib. Sebenarnya
kebenaran suatu mitos dapat dipertanyakan, namun pada umumnya masyarakat tidak
pernah mempersoalkannya (Burhan Nurgiyantoro,2010:24).
Di Desa Besito terdapat beberapa mitos yang
dipercaya oleh masyarakat setempat. Mitos-mitos tersebut antara lain yaitu, di
Desa Besito terdapat sebuah mitos yang mengatakan bahwa warga Desa Besito tidak
boleh menikah dengan warga Desa Jurang. Katanya dulu sesepuh Desa Besito yang
bernama Mbah Gempur berselisih paham dengan Mbah Wisono yang merupakan sesepuh
Desa Jurang. Mereka berselisih paham karena Mbah Wisono cemburu dengan
kesuksesan yang diraih Mbah Gempur. Akhirnya mereka berkelahi sejak matahari
terbit sampai matahari terbenam. Setelah itu, kerena merasa tidak ada yang
kalah dan tidak ada yang menang dan kalaupun pertarungan itu dilanjutkan tidak
akan pernah selesai, akhirnya merekapun
menghentikan perkelahian tersebut dan mbah Wisono mengatakan bahwa
jangan sampai anak cucunya menikah dengan anak keturunan Mbah Gempur. Demikian
pula dengan Mbah Gempur, beliau juga mengatakan bahwa jangan sampai anak
cucunya menikah dengan anak cucu mbah Wisono yang ada di Jurang.
Konon jika sumpah dari kedua sesepuh tersebut
dilanggar maka akan terjadi musibah yang menimpa rumah tangga pengantin yang
menikah tersebut. Seperti salah satu dari pasangan tersebut akan meninggal,
rumah tangganya akan berantakan, dan menjadikan rumah tangga pasangan tersebut
tidak akan bahagia. Namun, semua hal itu tidak akan terjadi jika pasangan
tersebut melaksanakan tulaknya (syaratnya) yaitu dengan menyembelih seekor
domba dan dimakan bersama-sama dengan warga sebanyak enam puluh orang atau lebih
dan tidak boleh kurang dari jumlah tersebut.
Selain mitos diatas juga terdapat suatu mitos
yang mengatakan bahwa di makam Mbah Surgi dulunya terdapat seekor jelmaan
harimau dan dua jelmaan ular, dan sampai saat ini katanya harimau tersebut juga
masih berada di makam tersebut. Namun konon hanya orang-orang yang mempunyai
kemampuan khusus atau indra keenam saja yang dapat melihat harimau tersebut.
Jika ada seseorang yang datang ke makam Mbah
Surgi dan mempunyai niatan yang tidak baik, maka konon orang tersebut akan
diberi pelajaran oleh harimau yang terdapat di makam Mbah Surgi. Selain
terdapat harimau, di makam Mbah Surgi juga terkadang terdapat dua ular yang
menampakkan diri. Tidak seperti harimau yang hanya bisa dilihat oleh orang yang
mempunyai kemampuan khusus saja, ular ini terkadang bisa menampakkan dirinya
dan dapat dilihat oleh orang awam atau orang yang tidak mempunyai kemampuan
khusus seperti indra keenam.
Selain itu
menurut narasumber ada juga mitos yang mengatakan bahwa anak cucu
keturunan mbah Surgi di desa Mbesito tidak boleh membuat rumah beratapkan
genting sampai tujuh keturunan. Namun mitos tersebut sepertinya sudah mulai ditinggalkan
oleh para penduduk, karena penduduk asli di Desa Besito sudah dimulai dari
keturunan ke delapan dan para penduduk lainya merupakan pendatang.
Dari Mitos di atas kami dapat menyimpulkan
bahwa di Desa Besito berkembang suatu Mitos yang mengatakan bahwa warga Desa
Besito dilarang menikah dengan warga Desa Jurang. Namun, sekarang ini masyarakat
Desa Besito ada yang sudah tidak mempercayai hal tersebut. Karena terbukti
dengan adanya warga Desa Besito yang menikah dengan warga Desa Jurang. Selain
itu, di Desa Besito juga terdapat kepercayaan yang mengatakan bahwa di makam
Mbah Surgi terdapat jelmaan seekor harimau dan dua ekor ular yang hanya bisa
dilihat oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan khusus yang menjaga makam
mbah Surgi dari perilaku orang-orang yang berniat tidak baik. Adapula mitos
yang mengatakan bahwa warga Desa Besito anak cucu keturunan mbah surgi tidak
boleh membangun rumah beratapkan genting dari tanah liat, namun mitos tersebut
sekarang sudah tidak dipercaya oleh warga sektiar dan tidak ada penjelasan yang
jelas mengenai mitos tersebut.
Berikut ini merupakan larangan, hukuman, syarat dan
waktu pelaksanaan mitos yang terdapat di Desa Besito:
No.
|
Larangan
|
Hukuman
|
Syarat
|
Waktu
|
1.
|
Warga Desa Besito tidak boleh
menikah dengan warga Desa Jurang.
|
Adanya bala atau musibah yang
akan diterima oleh pasangan yang telah menikah.
|
Adanya ritual dengan cara
menyembelih domba yang kemudian dimakan oleh 60 orang.
|
Pada saat ada warga Desa Besito
yang menikah dengan warga Desa Jurang.
|
2.
|
Datang ke makam atau punden Mbah
Surgi dengan niatan yang tidak baik.
|
Akan mendapat bala atau musibah.
|
-
|
Ketika ada orang yang datang ke
makam Mbah Surgi.
|
3.
|
Selama
tujuh keturunan anak cucu Mbah Surgi tidak boleh menjadikan genting sebagai
atap rumah.
|
-
|
Penggunaan
genting diganti dengan bahan lain.
|
Ketika
ada yang mendirikan rumah.
|
Nilai-nilai yang terkandung dalam mitos di Desa Besito antara lain:
1. Nilai Dominan
Bahwa banyaknya warga Desa Besito yang percaya dan masih menjunjung
tinggi mitos di desa mereka, bahwa warga Desa Besito tidak boleh menikah dengan
warga Desa Jurang.
2. Nilai
Moral
Adanya kepatuhan warga di kedua desa tersebut untuk tetap
menjunjung tinggi kepecayaan adat istiadat di desa mereka.
3. Nilai
Immaterial
Yaitu peraturan adat yang ada di Desa Besito, bahwa warga desa
mereka tidak boleh menikah dengan warga Desa Jurang.
4. Nilai
yang Mendarah Daging
Yaitu kebiasaan warga di Desa Besito untuk tidak melanggar
pantangan yang terdapat di desa mereka, yaitu untuk tidak menikah dengan warga
Desa Jurang.
5. Adanya
kecemburuan sosial antara Mbah Wisono yang merupakan sesepuh Desa Jurang dengan
kesuksesan yang telah diraih Mbah Gempuryang merupakan sesepuh Desa Besito,yang
mengakibatkan terjadinya pertikaian dan menjadi cikal bakal mitos warga Besito
tidak boleh menikah dengan warga Jurang.
D.
Epos
di Desa Besito
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia epos merupakan cerita kepahlawanan, syair panjang yang
menceritakan riwayat perjuangan seorang pahlawan. Selain itu, epos jugadapat
diartikan sebagai sebuah cerita panjang yang berbentuk syair (puisi)dengan
pengarang yang tidak pernah diketahui, anonim (Burhan Nurgiyantoro,2010:26).
Di Desa Besito dulunya merupakan suatu daerah yang
dipenuhi dengan veteran yang menjadi pahlawan kemerdekaan. Oleh karena itu,
dulu terdapat suatu tugu veteran yang kemudian dibongkar dan dibangun tugu
besito yang terletak di pertigaan samping SMK Raden Umar Said di Desa Besito.
Salah satu tokoh pahlawan yang ada di Desa Besito adalah H. Abdul Salam. Konon
beliau padazaman penjajahan dapat mengangkat kereta dan merubahnya menjadi
pelepah pisang saat didekati penjajah Belanda.
Jadi dapat disimpulkan bahwa di Desa Besito terdapat
para tokoh kepahlawanan kemerdekaan yang dulunya juga sempat dibangun tugu
veteran sebagai tanda penghormatan, namun sekarang sudah dibongkar dan diganti
dengan tugu besito. Dan salah satu tokoh
pahlawan yang ada di desa tersebut adalah H.Abdul Salam yang mempunyai
kemampuan luar biasa seperti dapat mengangkat kereta dan mengubahnya menjadi
pelepah pisang.
Nilai-nilai yang dapat diambil dari epos Desa Besito
adalah dari tokoh pahlawan H. Abdul Salam, sifat kepahlawanannya yang bisa
mengelabuhi penjajah Belanda agar penjajah Belanda tidak jadi menjajah Desa
Besito. Kemudian adanya tugu veteran, karena dapat melambangkan rasa
nasionalisme. Jika nilai-nilai tersebut diajarkan kepada anak didik agar mereka
dapat menghargai jasa-jasa pahlawan yang telah berjuang untuk memerdekakan
bangsa Indonesia dan diharapkan bisa menumbuhkembangkan rasa nasionalisme.
Di Desa Besito dahulunya merupakan suatu daerah yang
dipenuhi dengan veteran yang menjadi pahlwan
kemerdekaan. Oleh karena itu, dulu dibangun tugu veteran yang sekarang
sudah dibongkar dan dibangun tugu Besito yang terletak di pertigaan samping SMK
Raden Umar Said di Desa Besito. Di Desa
Besito terdapat beberapa tokoh pahlawan dan salah satunya adalah H. Abdul
Salam. Konon beliau pada zaman penjajahan dapat mengangkat dan merubah kereta
api menjadi pelepah pisang pada saat dijajah Belanda, H. Abdul Salam melakukan
hal tersebut bertujuan untuk mengelabuhi penjajah Belanda, agar penjajah
Belanda untuk mengurungkan niatnya untuk menjajah Desa Besito.
Jadi
dapat disimpulkan bahwa di Desa Besito terdapat tugu veteran yang sudah
dibongkar kemudian dibangun tugu Besito. tokoh pahlawan yang ada di Desa Besito
adalah H. Abdul Salam, karena beliau dapat merubah kereta api menjadi pelepah
pisang yang bertujuan untuk mengelabuhi penjajah Belanda, agar penjajah Belanda
tidak menjadi menjajah Desa Besito.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Legenda desa Besito mengandung
pesan bahwa sebagai seorang murid harusla selalu patuh kepada guru. Karena
kodrat seorang murid pada guru yaitu selalu mematuhi perintah gurunya. Dan pada
umumnya apa yang diperintahkan oleh guru juga akan berdampak baik kepada kita
sendiri. Hal ini terlihat dari Mbah Surgi yang mematuhi perintah Sunan Muria
untuk berhenti dan mendirikan sebuah pesantren jika beliau menemui jalan buntu
saat mencari ayahnya. Dan waktu itu, Mbah Surgi menemui jalan buntu di Daerah Besito
yang kemudian berhenti didaerah tersebut dan mendirikan sebuah pesantren. Jika
legenda ini dikisahkan kepada anak, maka tentunya akan menambah pemahaman anak
bahwa seorang murid haruslah patuh kepada gurunya, karena kodrat seoarang murid
kepada guru memang seperti itu. Sehingga anak akan lebih menghormati gurunya.
Kemudian dalam dongeng rakyat,
dongeng rakyat di Desa Besito mengandung suatu fakta atau kenyataan bahwa orang
tua akan selalu berbuat apa saja untuk anaknya. Hal ini terlihat dari kemampuan
Mbah Surgi yang dapat mengubah batu menjadi makanan yang bernama jangklong
karena tidak tega melihat anaknya yang merintih kelaparan saat perjalanan
mengaji ke kediaman Sunan Muria di Colo. Jika dongeng rakyat ini dapat
diberikan dan dijelaskan kepada anak, maka anak akan tahu bahwa orang tua
mereka tentunya akan sama seperti apa yang dilakukan oleh Mbah Surgi, yaitu
akan selalu menyayangi mereka dan melakukan apa saja untuk kebahagiaan mereka,
sehingga akan menambah rasa cinta mereka kepada orang tuanya.
Dalam hal mitos, mitos di Desa
besito memberikan suatu pemahaman bahwa di dunia ini memang ada kehidupan selain
kehidupan manusia. Atau dengan kata lain, bahwa selain kehidupan manusia
terdapat suatu kehidupan lain yang tidak dapat dilihat dengan kasat mata. Hal
ini terlihat dari mitos yng terdapat di Desa Besito yang mengatakan bahwa pada
makam Mbah Surgi terdapat seekor jelmaan harimau dan ular. Dan jika kita
berniat tidak baik di tempat tersebut, maka kita dapat diganggu oleh jelmaan
harimau tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa kita harus saling menghormatisebagai
makhluk ciptaan Tuhan, dan tidak boleh saling mengganggu. Oleh karena itu, jika
cerita ini kita berikan kepada anak, maka anak akan paham bahwa selain
kehidupan kita, terdapat juga kehidupan lain yang tidak dapat kita lihat.
Sehingga mereka dapat berhati hati dalam bertindak.
Sedangkan dalam hal epos di desa
Besito mengajarkan kepada kita tentang perlunya menghargai jasa pahlawan yang
telah berjasa kepada kita umumnya bagi bangsa Indonesia. Hal ini terlihat dari
adanya sebuah tugu veteran yang dulu didirikan di Desa Besito, namun sekarang
ini sudah dibongkar dan diganti dengan tugu besito. Jadi kita juga perlu
memberikan pemahaman tentang pendidikan nasionalisme kepada anak agar mereka
dapat menghargai jasa-jasa pahlawan yang telah memperjuangkan hak mereka.
B. Saran
Di
Desa Besito terdapat suatu legenda, dongeng rakyat, mitos dan epos yang
berkembang di masyarakat. Namun, sebagian besar masyarakat desa tersebut tidak
mengetahui tentang hal-hal tersebut. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika
dilakukan suatu pembukuan tentang sastra tradisional yang ada di desa tersebut.
Sehingga dapat dengan mudah dibaca dan diketahui oleh masyarakat umum khususnya
masyarakat setempat. Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya diperlukan
kerjasama antara warga, pemerintah desa, dan pemerintah daerah. Oleh karena
itu, pemerintah daerah harus berperan aktif dalam kegiatan ini. Selain itu,
pemerintah juga harus berperan aktif dalam mempublikasikan sastra-sastra
tradisional tersebut sehingga dapat diketahui oleh masyarakat luas.
DAFTAR
PUSTAKA
Nurgiyantoro,
Burhan. 2010 . Sastra Anak: Pengantar
Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
ono no mbak nek magangan makam mbah longso....mohon infone....081390362787....
BalasHapussaya orang besito magangan, tapi belum pernah denger sebelumnya ...
BalasHapussangat baguus dan sangat menambah wawasan ,gue tinggal di besito kauman (kaum beriman)
BalasHapus