Jumat, 18 Juli 2014

LEGENDA, MITOS, DAN EPOS DESA BESITO GEBOG KUDUS



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Indonesia merupakan suatu negara kepulauan yang terdiri dari berbagai pulau dan masing-masing pulau terdiri dari berbagai daerah. Pada setiap daerah di Indonesia pada umumnya memiliki suatu kisah atau cerita yang menjadi dasar terjadinya daerah tersebut. Dalam sastra, kisah-kisah tersebut dinamakan dengan Sastra Tradisional. Sastra tradisional merupakan salah satu genre sastra anak. Sastra tradisional dapat diartikan sebagai suatu cerita yang telah mentradisi, dan secara turun temurun telah berkembang secara lisan di masyarakat. Sastra tradisional merupakan suatu kisah yang tidak diketahui kapan mulainya dan siapa penciptanya. Di Indonesia sendiri banyak terdapat kisah-kisah yang berkembang di masyarakat. Misalnya seperti, kisah sangkuriang, malin kundang, danau toba dan sebagainya.
Sastra tradisional sendiri dibagi menjadi fabel, dongeng rakyat, mitos, legenda, dan epos. Fabel merupakan cerita binatang yang dimaksudkan sebagai personifikasi karakter manusia. Pada umunya binatang-binatang yang dijadikan tokoh cerita adalah binatang-binatang yang dapat berbicara, bersikap, dan berperilaku sebagaimana halnya manusia. Dongeng rakyat merupakan salah satu bentuk dari cerita tradisional. Dongeng rakyat ini biasanya diceritakan secara lisan secara turun temurun dan menyampaikan ajaran moral, konflik kepentingan antara baik dan buruk, dan yang baik pada akhirnya pasti menang.
Sedangkan Mitos dapat dipahami sebagai sebuah cerita yang berkaitan dengan dewa-dewa atau tentang kehidupan supranatural yang lain. Mitos biasanya menampilkan cerita-cerita tentang kepahlawanan, asal-usul alam, manusia, atau bangsa yang dipahami mengandung sesuatu yang suci, yang gaib. Sebenarnya kebenaran suatu mitos dapat dipertanyakan, namun pada umumnya masyarakat tidak pernah mempersoalkanya. Kemudian legenda dapat diartikan sebagai suatu cerita yang berkaitan dengan kebenaran sejarah, dan kurang berkaitan dengan masalah kepercayaan supranatual. Namun sebenarnya cerita yang dikisahkan itu tidak memiliki kebenaran sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan epos sendiri merupakan sebuah cerita panjang yang berbentuk syair (puisi) dengan pengarang yang tidak pernah diketahui nama pengarangnya atau anonim. Ia berisi cerita kepahlawanan seorang tokoh hero yang luar biasa hebat baik dalam kesaktian maupun kisah petualanganya (Burhan Nurgiyantoro, 2010:22-26).
Namun disisi lain, sekarang ini banyak masyarakat khususnya anak-anak muda yang tidak mengetahui tentang kisah-kisah yang ada di daerahnya sendiri. Kenyataan ini memang sangat memperihatinkan, kita sebagai generasi muda seharusnya mengetahui cerita-cerita atau kisah-kisah yang ada di daerah kita. Karena jika hal ini terus berlanjut, maka lama kelamaan kisah-kisah tersebut akan hilang karena tidak ada lagi masyarakat yang mengetahui kisah-kisah tersebut. Padahal kita sebagai generasi muda harus menjaga kisah-kisah tersebut agar kisah-kisah tesebut dapat diketahui oleh generasi selanjutnya.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, kami melakukan observasi ke sebuah desa untuk mengetahui tentang kisah-kisah yang terdapat di desa tersebut, dan desa yang kami pilih adalah Desa Besito.  Desa Besito merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus. Makalah ini akanmembahas tentang kisah-kisah yang terdapat pada Desa Besito tersebut. Dalam makalah ini akan mencoba menjelaskan tentang legenda, mitos, epos dan dongeng rakyat yang ada di desa tersebut.    

B.     Rumusan Masalah
Terdapat empat rumusan masalah, yaitu:
1.      Bagaimanakah legenda yang terdapat diDesa Besito?
2.      Apakah dongeng rakyat yang terdapat di Desa Besito?
3.      Apa sajakah mitos yang terdapat di Desa Besito?
4.      Apakah epos yang terdapat di Desa Besito?

C.    Tujuan Penulisan
Terdapat empat tujuan penulisan, yaitu:
1.      Mengetahui tentang legenda yang terdapat diDesa Besito.
2.      Mengetahui tentang dongeng rakyat yang ada di Desa Besito.
3.      Mengetahui tentang mitos yang ada di Desa Besito.
4.      Mengetahui tentang epos yang ada di Desa Besito.
D.    Manfaat Penulisan
Kegiatan observasi ini diharapkan dapat menambah wawasan kita mengenai legenda, mitos, epos maupun dongeng rakyat yang ada di Desa Besito. Selain itu, kegiatan ini jugadiharapkan dapat bermanfaat untuk kita sebagai calon guru Sekolah Dasar sebagai bahan ajar dalam mengajar tentang sastra tradisional di kemudian hari.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Legenda Desa Besito
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, legenda merupakan cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Selain itu, legenda juga dapat diartikan sebagai suatu cerita yang berkaitan dengan kebenaran sejarah, dan kurang berkaitan dengan masalah kepercayaan supranatural. Atau legenda sengaja dikaitkan dengan aspek kesejarahan, sehingga selain memiliki pijakan latar yang pasti, seolah-olah mengesankan bahwa ceritanya memiliki kebenaran sejarah.  Namun sebenarnya cerita yang dikisahkan itu tidak memiliki kebenaran sejarah yang dapat dipertanggungjawabkan (Burhan Nurgiyantoro, 2010:25-26).
Sebenarnya nama asli Desa Besito adalah Mbesito yang merupakan singkatan dari “mugo-mugo bisaha eling sakabehane insyaallah tentrem ora ono opo-opo”. Kalimat tersebut mempunyai makna bahwa orang yang memberi nama Desa Besito mempunyai harapan agar desa tersebut dapat selalu nyaman dan tentram. Sedangkan sejarahnya sendiri bermula pada zaman keraton Mataram. Zaman dahulu, keraton mataram sedang mengalami suatu permasalahan yang begitu serius. Kemudian raja mataram mengadakan suatu sayembara. Sayembara tersebut mencari orang yang dapat menyelesaikan masalah yang dialami oleh keraton tersebut. Sebagai imbalannya, bagi orang yang dapat menyelesaikan masalah tersebut, maka orang itu akan diangkat sebagai patih di mataram. Kemudian berita tentang sayembara itu didengar oleh Ki Ageng Selo yang merupakan murid Sunan Kalijaga. Ki Ageng Selo berniat mengikuti sayembara tersebut, akhirnya beliau meminta restu kepada Sunan Kalijaga untuk mengikuti sayembara tersebut.
Setelah mendapat restu dari Sunan Kalijaga, Ki Ageng Selo mengikuti sayembara itu, dan akhirnya beliau memenangkan sayembara tersebut karena dapat menyelesaikan masalah yang ada di keraton mataram. Setelah memenangkan sayembara tersebut, Ki Ageng Selo menagih janji kepada raja mataram yang sebelumnya telah berjanji bahwa siapa saja yang dapat menyelesaikan masalah yang ada di keratonnya, maka orang tersebut akan dijadikan patih di keraton mataram. Namun, ternyata raja keraton mataram mengingkari janji dan tidak mengangkat Ki Ageng Selo menjadi patih. Karena merasa kecewa, kemudian Ki Ageng Selo pergi ke Kadilangu untuk membantu Sunan Kalijaga mengajar mengaji.
Ki Ageng Selo mempunyai dua orang anak, yaitu Suwargi Kerto Gento Kesumo dan Songko Sahilah. Kedua putra Ki Ageng Selo tersebut dimasukkan ke pesantren milik Sunan Muria di Colo. Setelah dewasa, kedua anak tersebut ingin mencari ayahnya yaitu Ki Ageng Selo. Kemudian mereka meminta petunjuk kepada Sunan Muria. Sunan Muria memberi arahan kepada mereka, beliau mengatakan bahwa mereka harus berpisah dan tidak boleh bersama dalam mencari ayahnya. Selain itu, Sunan Muria juga mengatakan bahwa jika mereka menemui jalan buntu, maka mereka harus berhenti dan mendirikan sebuah pesantren di tempat tersebut. Sedangkan jika jalannya tidak buntu, maka mereka harus meneruskannya. Sebagai murid yang berbakti kepada gurunya, mereka pun mengikuti perintah Sunan Muria tersebut. Kemudian mereka berpencar, yang satu ke barat dan yang satu ke timur.
Setelah Mbah Songko Sahilah sampai di Gemiring, ternyata beliau dihadapkan dengan daerah yang berair dan buntu, sehingga sesuai dengan perintah Sunan Muria yang mengatakan bahwa jika mereka menemui jalan buntu, maka mereka harus berhenti dan mendirikan suatu pesantren, maka Mbah Songko Sahilah pun berhenti dan mendirikan pesantren di daerah tersebut yang sekarang menjadi Masjid Gemiring Lor.  Demikian pula dengan Mbah Suwargi Kerto Gento Kesumo, setelah beliau sampai di Besito, ternyata beliau juga dihadapkan dengan jalan buntu dan berair atau yang disebut dengan telogo, kemudian beliau menghentikan perjalananya di daerah tersebut dan mendirikan sebuah pesantren yang sekarang menjadi punden mbah Suwargi Kerto Gento Kesumo atau yang lebih dikenal dengan Mbah Surgi yang terletak di dukuh telogo Desa Besito Kudus.
Dari legenda desa Besito tersebut, kami dapat menyimpulkan bahwa asal mula desa Besito bermula dari Mbah Suwargi Kerto Gento Kesumo yang mendirikan Pesantren di daerah telogo karena menemui jalan buntu ketika hendak melakukan pencarian ayahnya, Beliau pun berhenti di daerah tersebut karena mematuhi perintah gurunya yaitu Sunan Muria yang mengatakan bahwa jika beliau menemukan jalan buntu, maka Mbah Suwargi Kerto Gento Kesumo harus mengehentikan perjalanannya dan mendirikan sebuah pesantren di daerah tersebut.
Selain terdapat legenda Desa Besito secara umum, terdapat pula legenda pada setiap dukuh yang ada di Desa Besito di antaranya yaitu Dukuh Magangan, Dukuh Telogo, Dukuh Besito Lor, Dukuh Satu, Dukuh Kauman, Dukuh Modinan, Dukuh Tasgading, maupun Dukuh Bonalas. Berikut ini akan dijabarkan mengenai legenda di kedelapan dukuh tersebut.

Ø  Dukuh Magangan

Dukuh yang pertama yaitu Dukuh Magangan, sejarah terbentuknya Dukuh Magangan dimulai dari adanya proses pembuatan masjid di daerah tersebut. Pada saat itu, di daerah tersebut ingin dibangun sebuah masjid sebagai sarana mensyiarkan agama islam. Saat pembuatan masjid, banyak sekali pekerja yang ikut serta dalam proses pendirian masjid tersebut. Mereka yang ikut serta dalam pembangunan masjid tersebut adalah masyarkat sekitar yang beragama islam. Karena banyak terdapat pekerja itulah, maka daerah tersebut dinamakan dengan Dukuh Magangan. Sedangkan untuk siapa orang yang memberi nama daerah tersebut menjadi Dukuh Magangan, masyarakat setempat mempercayai bahwa Mbah Longso adalah orang yang memberi nama daerah tersebut, karena di Dukuh Magangan terdapat makam Mbah Longso. 

Ø  Dukuh Telogo
Dukuh yang kedua yaitu Dukuh Telogo, sejarah terbentuknya dukuh ini sebenarnya tidak terlepas dari sejarah Desa Besito. Dukuh  ini dinamakan dengan Dukuh Telogo karena konon daerah tersebut merupakan daerah yang berair atau juga bisa disebut dengan daerah yang dikelilingi oleh air, yang kemudian disebut dengan telogo. Menurut kepercayaan warga setempat, pendiri dan orang yang menamakan daerah tersebut menjadi Dukuh Telogo adalah Mbah Surgi. Karena makam atau punden Mbah Surgi terdapat di dukuh tersebut.

Ø  Dukuh Besito Lor
Dukuh yang ketiga yaitu Dukuh Besito Lor, dukuh ini dinamakan Dukuh Besito Lor karena dilihat dari letaknya yang memang  berada di sebelah utara Desa Besito. Dukuh ini menjadi perbatasan antara Desa Besito dengan Desa Jurang. Pada zaman dahulu, Dukuh Besito Lor terkenal dengan daerah pengrajin benda pusaka, karena memang dulunya di daerah tersebut banyak terdapat pengrajin benda pusaka. Selain itu, benda-benda pusaka yang dihasilkan dari daerah tersebut pun terkenal dengan kualitasnya yang sangat baik, sehingga banyak orang yang membeli atau memesan untuk dibuatkan benda pusaka oleh para pengrajin yang terdapat di daerah tersebut.

Ø  Dukuh 1
Dukuh yang keempat adalah Dukuh 1, dukuh ini terletak di sebelah barat Desa Besito, tepatnya di daerah pasar mbabrik yang terdapat di sebelah barat Dukuh Kauman. Daerah tersebut dinamakan dengan Dukuh 1 karena Dukuh 1 merupakan dukuh pertama yang terdapat di Desa Besito. Selain bernama Dukuh 1, dukuh ini juga sering disebut dengan  Dukuh Krajan. Dukuh ini dinamakan Dukuh Krajan karena konon dulunya di daerah tersebut terdapat suatu kerajaan. Sedangkan untuk siapa yang mendirikan dan orang yang memberi nama dukuh tersebut adalah Mbah Surgi, karena Mbah Surgi sendiri merupakan pendiri dan orang yang memberi nama Desa Besito.

Ø  Dukuh Kauman
Dukuh kelima yaitu Dukuh Kauman, Sejarah Dukuh Kauman dimulai dari adanya seorang wali yang datang ke daerah tersebut untuk menyebarkan agama islam. Pada awalnya wali tersebut ingin menyebarkan ajaran islam dengan cara mendirikan sebuah masjid di daerah tersebut. Namun, karena saat itu masyarakat setempat belum mengerti apa yang dilakukan oleh beliau, maka proses pembangunan masjid dihentikan dan wali tersebut memutuskan untuk berdakwah secara langsung. Pada awalnya warga setempat yang beragama islam sangat sedikit, namun lama kelamaan warga setempat akhirnya banyak yang masuk agama islam. Sehingga kaum islam di daerah tersebut bertambah. Karena terdapat banyak masyarakat yang masuk islam itulah, maka daerah tersebut dinamakan dengan Dukuh Kauman.

Ø  Dukuh Modinan
Dukuh yang keenam yaitu Dukuh Modinan, nama Dukuh Modinan berasal dari kata “modin” yang berarti kyai. Daerah tersebut dinamakan Dukuh Modinan karena memang dulunya di daerah tersebut banyak terdapat modin atau kyai. Modin atau kyai yang terdapat di daerah tersebut sering berkumpul di sebuah masjid dan mensyiarkan ajaran islam di daerah tersebut. Selain itu, yang dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai pendiri Dukuh Modinan adalah Mbah Surgi, karena Mbah Surgi sendiri merupakan pendiri sekaligus pemberi nama Desa Besito.

Ø  Dukuh Tasgading
Dukuh ketujuh adalah Dukuh Tasgading, nama Dukuh Tasgading berasal dari kata “tas” dan “gading”, dalam hal ini yang dimaksud dengan gading adalah gading gajah. Dukuh Tasgading dulunya merupakan suatu daerah yang banyak tedapat warung pelacuran. Dulu di daerah tersebut ramai dikunjunngi oleh lelaki hidung belang dari berbagai lapisan masyarakat. Baik dari kalangan biasa maupun dari kalangan elit (kaya). Namun, kebanyakan laki-laki yang datang ke tempat tersebut adalah laki-laki dari kalangan elit. Mereka datang ke tempat tersebut dengan membawa tas mewah yang gagangnya terbuat dari gading gajah. Karena itulah, maka daerah tersebut dinamakan dengan Dukuh Tasgading.

Ø  Dukuh Bonalas  
Dukuh yang terakhir yaitu Dukuh Bonalas, nama Dukuh Bonalas berasal dari kata “kebon” dan “alas”. Dalam bahasa Indonesia, alas berati suatu tempat yang dipenuhi dengan tumbuh-tumbuhan sehingga menyerupai hutan. Dulu di daerah tersebut sama sekali tidak ada manusia yang menempati dan membangun tempat tinggal di daerah tesebut, sampai akhirnya ada seseorang yang bernama Mbah Sigawe yang mendirikan sebuah gubug di daerah tersebut. Mbah Sigawe sendiri dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai orang yang memberi nama Dukuh Bonalas. Setelah Mbah Sigawe mendirikan sebuah gubug di daerah tersebut, lama kelamaan orang-orang yang belum mempunyai tempat tinggal akhirnya datang ke daerah tersebut dan mendirikan sebuah tempat tinggal. Dan akhirnya daerah tersebut tidak lagi berupa alas tetapi berubah menjadi sebuah pemukiman.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada setiap dukuh yang berada di Desa Besito mempunyai sejarah yang berbeda beda meskipun terdapat dalam satu desa. Selain itu, untuk siapa yang memberi nama dukuh-dukuh tersebut pun berbeda. Misalnya saja pada Dukuh Magangan dan Dukuh Bonalas, pada Dukuh Magangan, yang memberi nama dukuh tersebut adalah Mbah Longso, sedangkan pada Dukuh Bonalas yang memberi nama dukuh tersebut adalah Mbah Sigawe.

B.     Dongeng Rakyat Desa Besito
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dongeng merupakan cerita yang tidak benar-benar terjadi (terutama  kejadian zaman dahulu yang aneh-anehyang bukan atau tidak benar(uraian yang panjang itu dianggapnya hanya belaka). Selain itu, dongeng juga merupakan salah satu bentuk dari cerita tradisional. Dongeng biasanya diceritakan secara lisan dan secara turun-temurun oleh orang tua kepada anak yang ceritanya mengandung nilai moral (Burhan Nurgiyantoro,2010:23).
Dahulu kala, pada suatu hari Mbah Surgi bersama putranya melakukan sebuah perjalanan ke kediaman Sunan Muria yang ada di daerah Colo. Mereka ingin mengaji ke tempat Sunan Muria. Karena belum ada kendaraan, maka waktu itu mereka pergi ke kediaman Sunan Muria dengan berjalan kaki. Dalam perjalanan, anak Mbah Surgi menangis karena kelaparan. Sedangkan Mbah Surgi tidak membawa bekal. Mbah Surgi pun tidak tega melihat anaknya yang merintih kesakitan karena lapar itu. Kemudian Mbah Surgi mengambil sebuah batu dan  membungkus batu tersebut dengan sebuah serbet yang dibawanya. Mbah Surgi berkata kepada putranya bahwa batu yang telah dibungkus dengan serbet itu adalah sebuah makanan, padahal sebenarnya yang dibungkus dengan serbet itu adalah batu. Kemudian Mbah Surgi memberikan bungkusan tersebut kepada putranya yang menangis itu, namun Mbah Surgi melarang anaknya untuk membuka bungkusan itu, Mbah Surgi meminta agar putranya membuka bungkusan tersebut nanti ketika tiba di kediaman Sunan Muria. Putra beliau pun menuruti perintah ayahnya untuk tidak membuka bungkusan tersebut.
Hal ini dilakukan Mbah Surgi untuk mengelabui putranya dan agar putranya tersebut berhenti menangis. Usaha Mbah Surgi pun berhasil, Putra beliau akhirnya berhenti menangis karena percaya bahwa bungkusan yang diberikan ayahnya itu adalah makanan. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan ke kediaman Sunan Muria. Sepanjang perjalanan, putra Mbah Surgi tidak merintih kelaparan lagi, bahkan sangat semangat. Karena ia ingin cepat-cepat sampai di kediaman Sunan Muria dan memakan makanan dalam bungkusan yang dibawanya itu. Sesampainya di kediaman Sunan Muria, putra Mbah Surgi pun cepat-cepat membuka bungkusan yang dibawanya sepanjang perjalanan tadi. Dan ajaibnya, saat batu yang telah dibungkus serbet dibuka oleh putra Mbah Surgi, ternyata batu tersebut berubah menjadi ganyong atau yang sekarang sering disebut dengan jangklong.
Jadi dapat disimpulkan bahwa jangklong merupakan makanan yang berawal dari kesaktian mbah Surgi yang dapat merubah sebuah batu menjadi makanan yang dinamakan jangklong tersebut. Hal itu bermula saat anak Mbah Surgi yang menangis karena kelaparan saat perjalanan menuju ke kediaman Sunan Muria untuk mengaji. Karena waktu itu Mbah Surgi tidak membawa bekal, maka beliau membungkus batu dengan serbet yang kemudian menyerahkanya kepada putranya yang menangis.Dan sesampainya di kediaman Sunan Muria, batu tersebut berubah menjadi jangklong.Nilai-nilai yang terkandung dalam Dongeng di Desa Besito antara lain:
1.      Nilai Kebenaran
Berubahnya batu menjadi sebuah makanan yang diberi nama jangklong merupakan suatu kebenaran/fakta. Tetapi jika dipikir dengan akal manusia/logika sangatlah tidak mungkin terjadi, karena sebuah batu tidak akan bisa berubah menjadi makanan, tetapi hal ini benar-benar terjadi pada zaman dahulu.
2.      Nilai Kebaikan/Nilai Moral (etika)
Ketika itu Mbah Surgi berpesan kepada anaknya untuk tidak membuka bungkusan serbet itu sebelum sampai di kediaman sunan muria, putra mbah surgi pun patuh terhadap pesan yang disampaikan oleh mbah surgi. Jadi dalam hal ini, dongeng yang terdapat di Desa Besito tersebut terdapat suatu nilai moral bahwa seorang anak hendaknya memang harus mematuhi perintah orang tuanya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam dongeng rakyat di Desa Besito adalah adanya nilai kebenaran dan nilai moral atau kebaikan. Dari dongeng rakyat tersebut kita dapat menarik kesimpulan bahwa sebagai seorang anak sudah seharusnya patuh pada perintah orang tua, karena pada umumnya apa yang diperintahkan orang tua kepada anaknya pasti akan berdampak baik pada diri anak tersebut. Selain itu,  dari dongeng tersebut juga terlihat bahwa orang tua pasti akan melakukan apapun untuk anaknya..
C.      Mitos di Desa Besito
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mitos merupakan cerita suatu bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman dahulu yang mengandung penafsiran tentang asal usul semesta alam, manusia, dan bangsa tersebut mengandung arti mendalam yang diungkapkan dengan cara gaib. Mitos juga dapat diartikan sebagai sebuah cerita yang berkaitan dengan dewa-dewa atau tentang kehidupan supranatural yang lain. Mitos biasanya menampilkan cerita-cerita tentang kepahlawanan, asal-usul alam, manusia, atau bangsa yang dipahami mengandung sesuatu yang suci, yang gaib. Sebenarnya kebenaran suatu mitos dapat dipertanyakan, namun pada umumnya masyarakat tidak pernah mempersoalkannya (Burhan Nurgiyantoro,2010:24).

Di Desa Besito terdapat beberapa mitos yang dipercaya oleh masyarakat setempat. Mitos-mitos tersebut antara lain yaitu, di Desa Besito terdapat sebuah mitos yang mengatakan bahwa warga Desa Besito tidak boleh menikah dengan warga Desa Jurang. Katanya dulu sesepuh Desa Besito yang bernama Mbah Gempur berselisih paham dengan Mbah Wisono yang merupakan sesepuh Desa Jurang. Mereka berselisih paham karena Mbah Wisono cemburu dengan kesuksesan yang diraih Mbah Gempur. Akhirnya mereka berkelahi sejak matahari terbit sampai matahari terbenam. Setelah itu, kerena merasa tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang dan kalaupun pertarungan itu dilanjutkan tidak akan pernah selesai, akhirnya merekapun  menghentikan perkelahian tersebut dan mbah Wisono mengatakan bahwa jangan sampai anak cucunya menikah dengan anak keturunan Mbah Gempur. Demikian pula dengan Mbah Gempur, beliau juga mengatakan bahwa jangan sampai anak cucunya menikah dengan anak cucu mbah Wisono yang ada di Jurang.
Konon jika sumpah dari kedua sesepuh tersebut dilanggar maka akan terjadi musibah yang menimpa rumah tangga pengantin yang menikah tersebut. Seperti salah satu dari pasangan tersebut akan meninggal, rumah tangganya akan berantakan, dan menjadikan rumah tangga pasangan tersebut tidak akan bahagia. Namun, semua hal itu tidak akan terjadi jika pasangan tersebut melaksanakan tulaknya (syaratnya) yaitu dengan menyembelih seekor domba dan dimakan bersama-sama dengan warga sebanyak enam puluh orang atau lebih dan tidak boleh kurang dari jumlah tersebut.
Selain mitos diatas juga terdapat suatu mitos yang mengatakan bahwa di makam Mbah Surgi dulunya terdapat seekor jelmaan harimau dan dua jelmaan ular, dan sampai saat ini katanya harimau tersebut juga masih berada di makam tersebut. Namun konon hanya orang-orang yang mempunyai kemampuan khusus atau indra keenam saja yang dapat melihat harimau tersebut.
Jika ada seseorang yang datang ke makam Mbah Surgi dan mempunyai niatan yang tidak baik, maka konon orang tersebut akan diberi pelajaran oleh harimau yang terdapat di makam Mbah Surgi. Selain terdapat harimau, di makam Mbah Surgi juga terkadang terdapat dua ular yang menampakkan diri. Tidak seperti harimau yang hanya bisa dilihat oleh orang yang mempunyai kemampuan khusus saja, ular ini terkadang bisa menampakkan dirinya dan dapat dilihat oleh orang awam atau orang yang tidak mempunyai kemampuan khusus seperti indra keenam.
Selain itu  menurut narasumber ada juga mitos yang mengatakan bahwa anak cucu keturunan mbah Surgi di desa Mbesito tidak boleh membuat rumah beratapkan genting sampai tujuh keturunan. Namun mitos tersebut sepertinya sudah mulai ditinggalkan oleh para penduduk, karena penduduk asli di Desa Besito sudah dimulai dari keturunan ke delapan dan para penduduk lainya merupakan pendatang.
Dari Mitos di atas kami dapat menyimpulkan bahwa di Desa Besito berkembang suatu Mitos yang mengatakan bahwa warga Desa Besito dilarang menikah dengan warga Desa Jurang. Namun, sekarang ini masyarakat Desa Besito ada yang sudah tidak mempercayai hal tersebut. Karena terbukti dengan adanya warga Desa Besito yang menikah dengan warga Desa Jurang. Selain itu, di Desa Besito juga terdapat kepercayaan yang mengatakan bahwa di makam Mbah Surgi terdapat jelmaan seekor harimau dan dua ekor ular yang hanya bisa dilihat oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan khusus yang menjaga makam mbah Surgi dari perilaku orang-orang yang berniat tidak baik. Adapula mitos yang mengatakan bahwa warga Desa Besito anak cucu keturunan mbah surgi tidak boleh membangun rumah beratapkan genting dari tanah liat, namun mitos tersebut sekarang sudah tidak dipercaya oleh warga sektiar dan tidak ada penjelasan yang jelas mengenai mitos tersebut.
Berikut ini merupakan larangan, hukuman, syarat dan waktu pelaksanaan mitos yang terdapat di Desa Besito:
No.
Larangan
Hukuman
Syarat
Waktu
1.
Warga Desa Besito tidak boleh menikah dengan warga Desa Jurang.
Adanya bala atau musibah yang akan diterima oleh pasangan yang telah menikah.
Adanya ritual dengan cara menyembelih domba yang kemudian dimakan oleh 60 orang.
Pada saat ada warga Desa Besito yang menikah dengan warga Desa Jurang.
2.


Datang ke makam atau punden Mbah Surgi  dengan niatan yang tidak baik.
Akan mendapat bala atau musibah.
-
Ketika ada orang yang datang ke makam Mbah Surgi.
3.
Selama tujuh keturunan anak cucu Mbah Surgi tidak boleh menjadikan genting sebagai atap rumah.
-
Penggunaan genting diganti dengan bahan lain.
Ketika ada yang mendirikan rumah.

Nilai-nilai yang terkandung dalam mitos di Desa Besito antara lain:
1.      Nilai Dominan
Bahwa banyaknya warga Desa Besito yang percaya dan masih menjunjung tinggi mitos di desa mereka, bahwa warga Desa Besito tidak boleh menikah dengan warga Desa Jurang.
2.      Nilai Moral
Adanya kepatuhan warga di kedua desa tersebut untuk tetap menjunjung tinggi kepecayaan adat istiadat di desa mereka.
3.      Nilai Immaterial
Yaitu peraturan adat yang ada di Desa Besito, bahwa warga desa mereka tidak boleh menikah dengan warga Desa Jurang.
4.      Nilai yang Mendarah Daging
Yaitu kebiasaan warga di Desa Besito untuk tidak melanggar pantangan yang terdapat di desa mereka, yaitu untuk tidak menikah dengan warga Desa Jurang.
5.      Adanya kecemburuan sosial antara Mbah Wisono yang merupakan sesepuh Desa Jurang dengan kesuksesan yang telah diraih Mbah Gempuryang merupakan sesepuh Desa Besito,yang mengakibatkan terjadinya pertikaian dan menjadi cikal bakal mitos warga Besito tidak boleh menikah dengan warga Jurang.
D.    Epos di Desa Besito
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia epos merupakan cerita kepahlawanan, syair panjang yang menceritakan riwayat perjuangan seorang pahlawan. Selain itu, epos jugadapat diartikan sebagai sebuah cerita panjang yang berbentuk syair (puisi)dengan pengarang yang tidak pernah diketahui, anonim (Burhan Nurgiyantoro,2010:26).
Di Desa Besito dulunya merupakan suatu daerah yang dipenuhi dengan veteran yang menjadi pahlawan kemerdekaan. Oleh karena itu, dulu terdapat suatu tugu veteran yang kemudian dibongkar dan dibangun tugu besito yang terletak di pertigaan samping SMK Raden Umar Said di Desa Besito. Salah satu tokoh pahlawan yang ada di Desa Besito adalah H. Abdul Salam. Konon beliau padazaman penjajahan dapat mengangkat kereta dan merubahnya menjadi pelepah pisang saat didekati penjajah Belanda.
Jadi dapat disimpulkan bahwa di Desa Besito terdapat para tokoh kepahlawanan kemerdekaan yang dulunya juga sempat dibangun tugu veteran sebagai tanda penghormatan, namun sekarang sudah dibongkar dan diganti dengan tugu besito.  Dan salah satu tokoh pahlawan yang ada di desa tersebut adalah H.Abdul Salam yang mempunyai kemampuan luar biasa seperti dapat mengangkat kereta dan mengubahnya menjadi pelepah pisang.
Nilai-nilai yang dapat diambil dari epos Desa Besito adalah dari tokoh pahlawan H. Abdul Salam, sifat kepahlawanannya yang bisa mengelabuhi penjajah Belanda agar penjajah Belanda tidak jadi menjajah Desa Besito. Kemudian adanya tugu veteran, karena dapat melambangkan rasa nasionalisme. Jika nilai-nilai tersebut diajarkan kepada anak didik agar mereka dapat menghargai jasa-jasa pahlawan yang telah berjuang untuk memerdekakan bangsa Indonesia dan diharapkan bisa menumbuhkembangkan rasa nasionalisme.
Di Desa Besito dahulunya merupakan suatu daerah yang dipenuhi dengan veteran yang menjadi pahlwan  kemerdekaan. Oleh karena itu, dulu dibangun tugu veteran yang sekarang sudah dibongkar dan dibangun tugu Besito yang terletak di pertigaan samping SMK Raden Umar Said di Desa Besito.  Di Desa Besito terdapat beberapa tokoh pahlawan dan salah satunya adalah H. Abdul Salam. Konon beliau pada zaman penjajahan dapat mengangkat dan merubah kereta api menjadi pelepah pisang pada saat dijajah Belanda, H. Abdul Salam melakukan hal tersebut bertujuan untuk mengelabuhi penjajah Belanda, agar penjajah Belanda untuk mengurungkan niatnya untuk menjajah Desa Besito.
Jadi dapat disimpulkan bahwa di Desa Besito terdapat tugu veteran yang sudah dibongkar kemudian dibangun tugu Besito. tokoh pahlawan yang ada di Desa Besito adalah H. Abdul Salam, karena beliau dapat merubah kereta api menjadi pelepah pisang yang bertujuan untuk mengelabuhi penjajah Belanda, agar penjajah Belanda tidak menjadi menjajah Desa Besito.


BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Legenda desa Besito mengandung pesan bahwa sebagai seorang murid harusla selalu patuh kepada guru. Karena kodrat seorang murid pada guru yaitu selalu mematuhi perintah gurunya. Dan pada umumnya apa yang diperintahkan oleh guru juga akan berdampak baik kepada kita sendiri. Hal ini terlihat dari Mbah Surgi yang mematuhi perintah Sunan Muria untuk berhenti dan mendirikan sebuah pesantren jika beliau menemui jalan buntu saat mencari ayahnya. Dan waktu itu, Mbah Surgi menemui jalan buntu di Daerah Besito yang kemudian berhenti didaerah tersebut dan mendirikan sebuah pesantren. Jika legenda ini dikisahkan kepada anak, maka tentunya akan menambah pemahaman anak bahwa seorang murid haruslah patuh kepada gurunya, karena kodrat seoarang murid kepada guru memang seperti itu. Sehingga anak akan lebih menghormati gurunya.
Kemudian dalam dongeng rakyat, dongeng rakyat di Desa Besito mengandung suatu fakta atau kenyataan bahwa orang tua akan selalu berbuat apa saja untuk anaknya. Hal ini terlihat dari kemampuan Mbah Surgi yang dapat mengubah batu menjadi makanan yang bernama jangklong karena tidak tega melihat anaknya yang merintih kelaparan saat perjalanan mengaji ke kediaman Sunan Muria di Colo. Jika dongeng rakyat ini dapat diberikan dan dijelaskan kepada anak, maka anak akan tahu bahwa orang tua mereka tentunya akan sama seperti apa yang dilakukan oleh Mbah Surgi, yaitu akan selalu menyayangi mereka dan melakukan apa saja untuk kebahagiaan mereka, sehingga akan menambah rasa cinta mereka kepada orang tuanya.
Dalam hal mitos, mitos di Desa besito memberikan suatu pemahaman bahwa di dunia ini memang ada kehidupan selain kehidupan manusia. Atau dengan kata lain, bahwa selain kehidupan manusia terdapat suatu kehidupan lain yang tidak dapat dilihat dengan kasat mata. Hal ini terlihat dari mitos yng terdapat di Desa Besito yang mengatakan bahwa pada makam Mbah Surgi terdapat seekor jelmaan harimau dan ular. Dan jika kita berniat tidak baik di tempat tersebut, maka kita dapat diganggu oleh jelmaan harimau tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa kita harus saling menghormatisebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan tidak boleh saling mengganggu. Oleh karena itu, jika cerita ini kita berikan kepada anak, maka anak akan paham bahwa selain kehidupan kita, terdapat juga kehidupan lain yang tidak dapat kita lihat. Sehingga mereka dapat berhati hati dalam bertindak.
Sedangkan dalam hal epos di desa Besito mengajarkan kepada kita tentang perlunya menghargai jasa pahlawan yang telah berjasa kepada kita umumnya bagi bangsa Indonesia. Hal ini terlihat dari adanya sebuah tugu veteran yang dulu didirikan di Desa Besito, namun sekarang ini sudah dibongkar dan diganti dengan tugu besito. Jadi kita juga perlu memberikan pemahaman tentang pendidikan nasionalisme kepada anak agar mereka dapat menghargai jasa-jasa pahlawan yang telah memperjuangkan hak mereka.

B.     Saran
Di Desa Besito terdapat suatu legenda, dongeng rakyat, mitos dan epos yang berkembang di masyarakat. Namun, sebagian besar masyarakat desa tersebut tidak mengetahui tentang hal-hal tersebut. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika dilakukan suatu pembukuan tentang sastra tradisional yang ada di desa tersebut. Sehingga dapat dengan mudah dibaca dan diketahui oleh masyarakat umum khususnya masyarakat setempat. Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya diperlukan kerjasama antara warga, pemerintah desa, dan pemerintah daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus berperan aktif dalam kegiatan ini. Selain itu, pemerintah juga harus berperan aktif dalam mempublikasikan sastra-sastra tradisional tersebut sehingga dapat diketahui oleh masyarakat luas.


DAFTAR PUSTAKA

Nurgiyantoro, Burhan. 2010 . Sastra Anak: Pengantar Pemahaman Dunia Anak. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

3 komentar:

  1. ono no mbak nek magangan makam mbah longso....mohon infone....081390362787....

    BalasHapus
  2. saya orang besito magangan, tapi belum pernah denger sebelumnya ...

    BalasHapus
  3. sangat baguus dan sangat menambah wawasan ,gue tinggal di besito kauman (kaum beriman)

    BalasHapus